Selasa, 05 November 2013

PROFIL SLB C DRRP 2 YOGYAKARTA

SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta

Yayasan Dharma Rena Ring Putra (DRRP) berdiri atas inisiatif sekelompok Ibu-ibu yang dipimpin oleh Ibu Soekanwo, pada tanggal 5 November 1963, dengan akte Notaris UU No. 28 tahun 2004, UU No 16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka dengan akte Notaris R. Murjiyanto No. 08 tanggal 20 September 2008, UU No 16 tahun 2001 tentang status Yayasan Dharma Rena Ring Putra  lebih kuat.
Yayasan bertujuan untuk membina anak-anak tuna grahita (cacat mental) yang hingga saat ini tidak/belum lembaga atau organisasi yang mempedulikannya. Pembinaan yang dilaksanakan adalah dengan mendirikan sekolah luar biasa (SLB) khusus untuk anak tuna grahita (C). SLB/C ini menjadi tempat untuk berlatih dan belajar agar dengan keterbatasannya mereka dapat menjalani kehidupannya sebagaimana anak-anak lain yang secara fisik dan mentalnya tidak mempunyai kelainan. SLB/C ini adalah yang pertama kali berdiri di DIY yang terdiri dari 2 SLB/C yaitu SLB/C Dharma I untuk siswa mampu latih (IQ: 35 s/d 50) dan Dharma II untuk siswa mampu didik (IQ 51 s/d 70).   
Perjalanan Yayasan Dharma Rena Ring Putra ini penuh dengan dinamika, para pengurus yang murni Ibu-ibu rumah tangga ini berjuang dengan gigih sehingga dengan berbagai bantuan baik dari luar maupun dalam negeri antara lain Depsos, Depdikbud, Supersemar, Dharmais, Susu SGM dan yang dari luar yaitu Belanda, Jepang. Selain itu juga mengalami tantangan dan kesulitan antara lain penggusuran lahan, pemindahan sekolahan dan penghentian bantuan. Namun demikian Yayasan Dharma Rena Ring Putra berikut SLB/C nya masih tetap eksis sampai sekarang.
Seiring dengan waktu berjalan dan pergantian pengurus yayasan kemajuan demi kemajuan baik para guru maupun fasilitas dan dukungan pemerintah serta perseorangan, meskipun berbagai tantangan lain masih dihadapi dan dengan kegigihan pengurus saat ini serta seluruh jajarannya, SLB/C saat ini masih berjalan dengan baik.
Yayasan Dharma Rena Ring Putra juga mengalami pasang surut terutama pada masalah kepengurusan maupun dana pengelolaan. Untuk masalah kepengurusan selain ibu-ibu yang saat ini sudah berusia lanjut juga sulitnya mencari “orang baru” yang dengan tulus ikhlas mau berkorban bagi kegiatan social tanpa imbalan sepeserpun. Demikian pula kesulitan dana, para donator lama sudah berkurang juga karena sudah banyak yang pension, dan donator baru juga tidak mudah mendapatkannya. Dana ini masih diperlukan untuk pengelolaan guru, karyawan yayasan yang belum diangkat menjadi PNS maupun untuk fasilitas belajar mengajar meskipun sudah banyak pula bantuan dari pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar